Ditulis oleh:
Dwi Rahayu Afiati
JF Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pertama
Satu Perangkat Daerah pernah menanyai kami tentang pelaksanaan swakelola untuk pengadaan barang/jasa yang akan dilaksanakannya. Pengadaan yang Perangkat Daerah itu akan laksanakan adalah kegiatan swakelola bersama salah satu universitas ternama di Indonesia. Pertanyaan yang sama juga muncul di akhir tahun 2021.
Dari gambaran di atas pasti sudah jelas swakelola yang mana yang akan diambil kan? Sesuai dengan Peraturan Lembaga Kebiijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Swakelola, tipe swakelola yang cocok dengan kondisi tersebut adalah swakelola tipe II. Swakelola tipe II yaitu Swakelola yang direncanakan, dan diawasi oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola. Pada lampiran Peraturan LKPP Nomor 3, lebih tepatnya pada poin 4.1.1 dijelaskan bahwa PA/KPA melakukan kesepakatan kerja sama dengan pejabat Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah lain sebagai pelaksana Swakelola dan kemudian dilanjutkan dengan Kontrak Swakelola yang akan dilaksanakan oleh PPK pada Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran. Swakelola tipe II menjadi satu-satunya dari seluruh tipe swakelola dengan kesepakatan kerjasama, bukan hanya kontrak swakelola seperti swakelola tipe I, III dan IV. Kemudian muncul pertanyaan lain, siapa yang akan menandatangani kesepakatan kerjasama dan siapa yang akan menandatangani kontrak swakelola? Bukankah biasanya Kepala Daerah yang menandatangani seluruh MoU?
Dalam hal pelaksanaan swakelola tipe II dan sudah dijelaskan di atas bahwa, PA/KPA pada Perangkat Daerah yang bertanggung jawab atas anggaran pelaksanaan swakelola lah yang akan melakukan tanda tangan kesepakatan kerja sama atau yang biasa disebut Memorandum of Understanding (MoU), dengan siapa? dengan pejabat K/L/PD pelaksana swakelola yang memiliki kesetaraan jabatan yang sama dengan PA/KPA penanggung jawab anggaran atau satu tingkat lebih rendah. Dengan penjelasan ini dan untuk case pengadaan yang ditanyakan Perangkat Daerah bersangkutan, maka tanda tangan dilaksanakan antara PA perangkat Daerah dan Rektorat Perguruan Tinggi yang akan melakukan kerja sama swakelola. Sedangkan untuk kontrak swakelola dilaksanakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang ditunjuk oleh PA/KPA Perangkat Daerah bersama ketua tim pelaksana yang ditetapkan oleh K/L/PD pelaksana swakelola atau dengan kata lain Perguruan Tinggi yang menyetujui pelaksanaan swakelola. Apakah pelaksanaan swakelola hanya sampai penerapan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 dan Peraturan LKPP Nomor 3 Tahun 2021 saja? Ternyata pelaksanaan kerja sama Pemerintah Daerah ini tidak hanya terbatas pada dua peraturan pengadaan barang/jasa saja.
Jika Perangkat Daerah pelaksana swakelola bekerja sama dengan perguruan tinggi di luar daerah, maka Pemerintah Daerah juga harus berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 2018 tentang Kerjasama Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) nomor 22 tahun 2020 tentang Tata Cara Kerjasama Daerah Dengan Daerah Lain dan Kerjasama Daerah Dengan Pihak Ketiga. Pada Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2018 Tentang Kerjasama Daerah salah satu tahapan yang harus dilalui adalah penyusunan dan penandatanganan kesepakatan bersama. Kesepakatan Bersama atau yang sering disebut Memorandum of Understanding disini bukanlah MoU yang disinggung pada Peraturan LKPP Nomor 3 Tahun 2021, MoU disini dilaksanakan antara Kepala Daerah dan Pimpinan Perguruan Tinggi. Dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan jika dilihat dari dari sudut pandang PP No. 28 Tahun 2018 dan PMDN Nomor 22 Tahun 2020, MoU wajib dilaksanakan karena menjadi salah satu syarat kerja sama daerah dengan daerah lain. Namun apakah ini diwajibkan dalam pelaksanaan swakelola? Berdasarkan jurnal hukum yang diterbitkan UGM tahun 2019 tentang kajian yuridis MoU pada penyelenggaraan Pemerintah Daerah, MoU tidak memiliki konsekuensi besar jika tidak dilaksanakan namun akan menjadi kontrol Kepala Daerah dalam pelaksanaan kerja sama antar daerah dan tidak sedikit juga akan menjaga kondisi hubungan yang baik di masa yang akan datang. MoU dibuat dengan fungsi sebagai pembuka ke langkah selanjutnya yang memiliki kekuatan hukum mengikat yaitu perjanjian kerja sama yang diatur dalam Peratuan LKPP tentang swakelola, seperti yang sudah dibahas sebelumnya.
"Kalau begitu, lebih baik langsung saja menerapkan Peraturan LKPP tentang swakelola, toh MoU di PP 28 Tahun 2018 tidak mengikat dan tidak wajib". Perlu diingat bahwa Pemerintah Daerah tidak bisa egois dan berpandangan bahwa output sepenuhnya hanya dimiliki Pemerintah Daerah atau penanggung jawab anggaran. Perguruan Tinggi juga memiliki payung hukum untuk melaksanakan kerjasama dengan Pemerintah Daerah, belum lagi fakta bahwa Perguruan Tinggi memiliki keharusan untuk melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi. Tridharma Perguruan Tinggi adalah kewajiban Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan Pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam dasar hukum ini pelaksanaan kerja sama dengan Pemerintah Daerah diamanatkan pada pasal 48 ayat (2) yang berbunyi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat mendayagunakan Perguruan Tinggi sebagai pusat Penelitian atau pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Walaupun tidak secara spesifik diatur tahapan dalam peraturan ini, setiap perguruan akan memiliki Statuta atau anggaran dasarnya masing-masing yang dipakai Perguruan Tinggi sebagai acuan untuk merencanakan, mengembangkan program dan menyelenggarakan kegiatan fungsional sesua dengan tujuan perguruan tinggi. Biasanya Statuta akan diikuti peraturan masing-masing pemimpin Perguruan Tinggi yang mana jika didalamnya mengatur tentang hak dan kewajiban Pemerintah Daerah mengenai kerja sama dan jika dalam prosedurnya mengharuskan penandatanganan MoU oleh Kepala Daerah, maka Pemerintah Daerah juga ikut berpedoman dengan hal tersebut.
Jadi sampai disini bisa disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan swakelola antara Pemerintah Daerah dan Perguruan Tinggi tidak hanya selesai sampai hanya memahami Peraturan LKPP Nomor 3 Tahun 2021 atau menyimpulkan bahwa penandatangan MoU biasanya adalah oleh Kepala Daerah. Langkah tepat adalah saat semua pihak yang akan terlibat dalam pelaksanaan ini seyogyanya tidak hanya berpatokan pada aturan masing-masing atau mencari jalan pintas dengan meng-copy "tradisi" lama. Semua pihak pelaksana swakelola wajib untuk memahami aturan-aturan yang bersinggungan dengan kegiatan swakelola dan memahami output yang diterima kedua belah pihak agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan di masa yang akan datang.
0 Komentar